Melancong ke Kuala Lumpur
Table of Contents
Terinspirasi oleh buku Self Driving - Rhenald Kasali yang dibeli pada tahun 2014, tertulis beliau mewajibkan mahasiswanya untuk memiliki paspor / surat izin memasuki dunia global.
Menurutnya tanpa paspor manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Aturannya sih tidak boleh ke negara Malaysia, Singapura, Brunei, ataupun Timor Leste tetapi untuk saya pribadi tak apalah untuk langkah awal.
Beliau berujar bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran, dan buang-buang uang.
Maka tak heran menurutnya banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri, padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju.
Bisa mendapatkan sesuatu yang tak terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Lalu para mahasiswanya yang ditugaskan ke luar negeri pun secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh lalu rasa percaya diri mereka bangkit.
Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar, dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Kesempatan itu pun datang 3 tahun kemudian….
Pada bulan Juni 2016 ada promo tiket murah seharga kurang lebih 300 rb untuk penerbangan ke Singapura dan Kuala Lumpur.
Maka kupilih negeri Kuala Lumpur dengan alasan konyol yaitu ingin melihat mendengar lagu Hafiz Hamdun - Jodoh Berdua langsung di negerinya serta jarak juga ukuran Kuala Lumpur yang lebih besar dibanding Singapura he he.
Perlu diketahui saya untuk tiket ulang-alik alias pulang-pergi menghabiskan 925 rb tetapi itu sudah termasuk pajak bandara serta asuransi.
Setelah menunggu sekitar kurang lebih 7 bulan akhirnya rencana itu terwujud pada bulan Februari 2017 tepatnya dari tanggal 7 - 9.
Jauh sebelumnya juga kami berdua telah bersilaturahmi ke Kantor Imigrasi Bandung yang terletak di Jalan Soekarno Hatta (perlu diketahui juga seharusnya perjalanan ini untuk dua orang namun karena satu hal lainnya menjadi perjalanan seorang diri saja, teman saya berujar katanya sih uangnya habis dipakai cincin tunangan ha ha peace mas).
Waktu itu kantor Imigrasi Jalan Suci sedang ada gangguan, namun alhamdulilah kembali ke Imigrasi Jalan Suci karena kami menggunakan pendaftaran via online.
Namun akhirnya waktunya berdekatan dengan libur Iduf Fitri maka kami memutuskan untuk kembali ke Kantor Imigrasi setelah Idul Fitri.
Singkat cerita setelah bersilaturahmi sebanyak 3x alhamdulilah paspor pun berada di tangan. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan sisa-sisa uang bulanan selama kurang lebih 6 bulan namun akhirnya sia-sia juga akibat keperluan sehari-hari stttt hehe.
Namun akhirnya terkumpul juga pada satu bulan menjelang keberangkatan, oke uangnya sudah terkumpul maka selanjutnya adalah memesan penginapan.
Pilihan saya jatuh pada sebuah hostel bernama PODs The Backpacker Home Kuala Lumpur yang terletak di Jalan Thambipillay, Brickfields (Little India).
Selain karena murah ongkos per malamnya yaitu 30 ringgit untuk kamar model asmara eh asrama dengan kasur tingkatnya juga jaraknya dekat dengan KL Sentral.
KL Sentral adalah pusat moda transportasi umum Kuala Lumpur dengan armadanya antara lain Monorel, KTM, LRT, KL Rapid (bus).
Saya memesan via Agoda karena harganya jatuh lebih murah dibandingkan dengan situs resminya yang mematok tarif 50 ringgit untuk kamar model asramanya.
Karena hanya bisa dibayar via CC maka saya menggunakan jasa gratis Mas Yusuf Efendi untuk booking hotel via Agoda, saya pikir ini semacam penipuan ternyata asli gratis dan terpecaya yang bisa di cek di sini.
Paspor oke, tiket siap, hotel beres…oh iyah tinggal menyusun itinerary.
Dalam menyusun rencana perjalanan saya sadar hanya memiliki waktu murni untuk jalan-jalan kurang lebih 20 jam saja karena :
-
Hari Pertama = 8 jam (tiba di hotel pukul 3 sore)
-
Hari Kedua = 12 jam
-
Hari Ketiga = 0 jam (karena mendapat penerbangan pagi pukul 6)
Maka saya hanya menargetkan objek-objek favoritnya seperti Menara Kembar Petronas, Jalan Alor, Batu Caves, Bukit Bintang (kenyataannya numpang lewat he he).
Lalu lanjut Dataran Merdeka, Taman Tasik Perdana, Masjid Negara, Central Market, Masjid Jamek. Yah, pait-paitnya foto di Menara Kembar supaya engga dibilang boong ha ha.
Hari Pertama
Masjid Negara > Menara Kembar Petronas > Jalan Alor > KL Sentral > Hotel
Mendapatkan penerbangan pukul 08.30 dari Bandung bearti harus berada di gerbang keberangkatan sebelum dua jam waktu keberangkatan alias pukul 6 pagi.
Ini juga pengalaman pertama untuk terbang dari Bandara Husein karena sebelumnya hanya dari Jakarta, bisa di lihat artikelnya di sini.
Selama di Bandara Husein saya bertemu dan mengobrol dengan seorang bapak berusia 50-an yang pada awalnya saya mengira seorang warga negara Malaysia karena logat melayu tetapi ternyata dia orang Rancaekek yang telah lama bekerja di sana kurang lebih 30 tahun.
Beliau menceritakan kisah awal mulanya ke Malaysia, sampai akhirnya bertemu sang istri yang ternyata orang Rancaekek - Kab. Bandung.
Sang istri memang telah kembali bermukim di Indonesia namun beliau masih bekerja di Malaysia dan rutin mudik ke Bandung setiap per dua bulannya.
Aslinya sih naik Air Asia, ceritanya pengen foto Gunung Tangkuban dari Bandara Husein
Setelelah menempuh perjalanan kurang lebih 2,5 jam akhirnya walaupun disambut dengan hujan pesawat dengan mulus menyentuh landasan KLIA2 pada pukul 11.30 atau 12.30 waktu Kuala Lumpur (GMT+8).
Langkah awal setelah tiba di bandara adalah mengganti kartu telepon terlebih dahulu. Sebelum imigrasi terdapat empat provider yang menawarkan kartunya namun antriannya cukup panjang sehingga membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit untuk membeli serta mengganti kartu.
Untuk saran lebih baik membeli kartu telepon selepas imigrasi karena terdapat juga toko provider yang lebih luas serta sepi. Saya sendiri memlih provider Digi berharga 30 ringgit dengan kuota 2 Gb.
Ternyata hanya bertahan sepanjang 1 hari saja karena di sana melakukan video call sehingga boros kuota sehingga terpaksa melakukan pengisian pulsa sebanyak 10 ringgit yang dibeli di Seven Eleven, lalu mempaketkannya skema 2 Gb untuk weekend.
Dari KLIA2 menuju KL Sentral saya lebih menggunakan bus operator Aerobus yang hanya bertarif 11 ringgit dibandingkan dengan Kereta bandara KLIA Express bertarif 50 ringgit untuk sekali jalannya.
Tetapi memang hanya membutuhkan 30 menit untuk mencapai KL Sentral sedangkan bus sendiri membutuhkan 1 jam. Untuk pembelian tiket terletak pada Transportation Hub yang berada pada Level 1 gerbang KLIA2, sedangkan untuk jadwal pemberangkatan bus dapat diliat di sini.
KL Sentral
Hal yang pertama kali dilakukan setelah tiba di KL Sentral adalah memotret lalu membuka Google Maps untuk menentukan arah menuju hostel.
Namun karena sebelumnya pernah menonton YouTube dari pihak hostel yang memberikan arahan singkatnya untuk menuju ke sana jadi sedikit terbayang juga harus melangkahkan kaki ke gerbang mana.
Singkat cerita setelah berjalan kurang lebih 300 meteran lah maka tiba juga di hostel, setelah check-in lalu diberi arahan singkat tentang arah menuju kamar tiba juga di kasur. Tapi harus tau diri juga karena model kamarnya berbentuk asrama lalu kasurnya juga bertingkat.
Kasur Nomor 3, Padahal Enak di Bagian Bawah
Pemandangan Jalan Thambipillay dari Arah Hostel
Setelah menyimpan baju, makan siang serta membeli peralatan mandi di minimarket sebelah hostel (yaps karena pihak hostel hanya menyediakan handuk saja) saya berangkat menuju Masjid Negara sekalian sholat Ashar juga sih.
Dari hostel saya berjalan kembali menuju KL Sentral tidak melalui jalan raya tetapi memotong ke Nu Sentral Department Store dan karena memiliki anggapan kurang greget kalo engga tersesat.
Alhasil sok tahu dan untungnya tidak tersesat namun jalannya melambung untuk mencapai KL Sentral padahal saya ceroboh karena mengindahkan papan petunjuk, yah pelajaran sih.
Untuk menuju ke Masjid Negara sebenarnya jaraknya dekat dari hostel cuman yah kapan lagi bisa naik transportasi umum yang bagus kaya di pilem-pilem he he.
Maka dari KL Sentral saya menaiki KTM alias KRL (Jabodetabek) alias KRD (Bandung Raya) alias Pramex (Yogya - Solo), ongkosnya 6 ringgit dengan waktu tempuh 3 menit karena saking dekatnya.
KTM @Stasiun Kuala Lumpur
Dari Stasiun Kuala Lumpur menuju Masjid Negara jaraknya kurang lebih 200 meter karena memutar melewati jembatan penyebrangan khusus lalu kembali menyebrang dengan menggunakan terowongan.
Jembatan Penyebrangan Menuju Masjid Negara
Kok Terowongannya Bersih Yah?
Masjid Negara ini sebenarnya berdekatan dengan komplek taman yang di dalamnya terdapat Museum Kesenian Islam Malaysia, Museum Polis Diraja Malaysia, Taman Kupu-Kupu, serta Taman Tasik Perdana.
Akhirnya Tiba Juga di Masjid Negara
Tampak Menara Masjid Negara
Halaman Samping & Menara Kuala Lumpur Dari Kejauhan
Adeem euy!
Punten Ah Nyepam :3
Mesjid Negara
Buat para wanita yang menggunakan pakaian terbuka pihak masjid juga menyediakan semacam mukena instan, jadi tak perlu khawatir untuk dapat berjalan-jalan lalu mengambil beberapa foto di area seputaran teras masjid.
Setelah mengambil beberapa gambar lalu sholat Ashar saya segera berangkat menuju Menara Kembar Petronas yang berada di daerah KLCC menggunakan Grab karena yang jaraknya menurut Google Maps sih 5.5 km dengan waktu tempuh waktu itu 17 menit dengan ongkos 11 ringgit.
Karena waktu itu bertepatan dengan jam pulang kantor jalanan lumayan padat walaupun berhenti itu gara-gara lampu merah juga karena perlu diketahui posisinya berada di semacam distrik segitiganya Ibukota Jakarta.
Tapi bukan macet parah kaya di Bandung apalagi Jakarte yang bisa jadi tempat ajang melatih kesabaran diri he he. Tujuannya pake Grab sih supaya bisa meninjau tempat besok yang mau dikunjungi seperti Dataran Merdeka yang ternyata jalan dari Masjid Negara cuman 7 menit.
Menara Kembar Petronas keliatan juga di depan muka sendiri, setelah termenung sebentar sambil mengingat karena waktu masih bocah taunya dari papan monopoli ha ha.
Asli Motret Sendiri Bukan Googling
Jogging Track nya Nyamann
Asiknya Duduk Sama Kekasih yah hmm
Dari Arah Taman KLCC
Pertunjukkan Air Mancur
Setelah puas berkeluyuran di Taman KLCC saya melanjutkan perjalanan hari itu ke Alor Street Food Night Market untuk icip-icip sambil menikmati suasanan keramaiannya.
Dari KLCC saya menggunakan KL Rapid dengan jurusan Bukit Bintang yang bayar percuma alias gratis yaps beneran gratis asal kamu naik bus berstiker bayar percuma di kaca depannya.
Gara-gara mendengar sepasang bule mau ke Chinatown saya berpikir pasti mereka juga mau ke Jalan Alor. Alhasil saya pun mengikuti mereka turun pada Jalan Raja Chulan.
Sial rupanya turun terlalu awal, alhasil harus berjalan menembus mal Pavilion Kuala Lumpur yang terkenal sebagai tempat berbelanja barang-barang bermerk.
Jalan Raja Chulan
Berhasil menembus mal tibalah pada Jalan Bukit Bintang yang di mana sebenarnya saya cukup berjalan lurus lalu belok kanan tetapi saya terkecoh oleh sebuah perempatan besar, setelah bertanya kepada seorang kasir Seven Eleven akhirnya tiba juga.
Tips nih buat para wisatawan muslim karena di sana sebagian besar menyediakan makanan laut dan masakan Cina ada baiknya berhati-hati memilih makanan, pilih warung makan dengan label halal supaya aman.
Tapi waktu itu saya makan di warung orang India dan di sana ada bacaan halal dan tertulis tidak menyediakan minuman alkohol, yah Insya Allah amanlah.
Saya memesan sotong lada hitam + nasi + air botol mineral dengan total 15 ringgit, rasa-rasanya sih kurang gurih mungkin gak pake micin kali yah yang biasanya di Bandung satu mangkok baso aja micin nya satu sendok teh…dasar generasi micin ha ha.
Jalar Alor
Malam Yang Panjang
Perut telah kenyang yang mengakibatkan mata terasa berat, wah ini sebuah pertanda untuk mengakhiri malam ini dengan mandi air panas lalu tidur. Dari Jalan Alor untuk mencapai KL Sentral cukup berjalan sebentar ke arah Stasiun Monorel Bukit Bintang.
Sebenarnya ada kejadian lucu saat membeli tiket, karena pada Stasiun Bukit Bintang tidak terdapat loket penjualan tiket maka hanya ada vending ticket saja.
Yang jadi masalah saat itu uang saya berupa 10 ringgit dan tidak ada recehan sama sekali. Karena panik jam sudah menunjukkan pukul 23.00, saya kembali menuruni tangga stasiun untuk menukarkan uang.
Saya mencari kios makanan atau apapun tapi lupa di Malaysia jarang ada kios rokok macam di Indonesia, setelah berpikir sejenak kembali menaiki eskalator stasiun untuk yah pait-paitnya minta receh sama orang-orang yang beli tiket juga.
Ada seorang lelaki usia belasan tahun yang akan membeli tiket, ku sapa saja secara sopan untuk meminta receh namun tiba-tiba terlintas pertanyaan di mana tempat mendapatkan uang recehan.
Dengan santai dia sebelah sana menunjuk pada loket yang kupikir telah tutup. Kampret itu tempat ternyata buat nukerin duit jadi recehan ha ha ha.
Stasiun Bukit Bintang
Hari Kedua
Batu Caves > Taman Tasik Perdana > Dataran Merdeka > Central Market > Stasiun Pasar Seni > Hostel (Simpen Oleh-Oleh) > Masjid Jamek
Saat terbangun saya pikir ada di kamar rumah ternyata bukan, oh iyah lagi cuti buat liburan nih hehe. Kebetulan adzan shubuh di Kuala Lumpur jatuh pada pukul 06.00.
Jadi enak banget untuk ukuran orang yang hidup di Waktu Indonesia Barat yang terbiasa shubuh jam 04.00 / 04.30. Enaknya abis sholat langsung mandi terus jalan-jalan nih tapi sebentar batere hp harus di isi dulu soalnya malem kelupaan.
Berleha-leha di atas kasur makan roti twiggies coklat yang rasanya pas engga terlalu manis sambil melototin Instagram, Google Maps eh ketiduran dan rupanya pas bangun udah jam 07.45 langsung aja loncat untuk mandi.
Pemandangan Pagi di Samping Hostel
Untuk menuju Batu Caves yang terletak kurang lebih 13 km sebelah utara KL saya kembali menumpang KTM dari KL Sentral dengan tarif kalo tidak salah 8 ringgit dengan waktu tempuh 30 menit.
Tidak Sengaja Terbawa
Batu Caves adalah sebuah tempat kuil Hindu di luar India yang paling populer, terkenal dengan patung Dewa Murugan setinggi 42.7 m (kata Wikiwand).
Kebetulan saat di sana suasananya sangat ramai ternyata sedang berlangsung Festival Thaipusam yang jatuh pada akhir Januari / awal Februari.
Makanan, buku, poster, peralatan ibadah, sampai tukang ramal juga ada pokoknya untuk sementara suasananya persis kaya di negara film Kuch Kuch Hota Hai alias India he he.
Deretan Pedagang
Keramaian Festival
Kendi Logam Berisi Susu
Anak-Anak Pun Ambil Bagian
Ritual
Pemandangan Dari Atas
Sebenarnya masih ada lagi foto-foto dari Batu Caves nanti saya buat artikel foto essainya.
Puas menikmati suasana meriah ala India, saya ingin menyepi ke Taman Tasik Perdana yang berada di dekat Masjid Negara. Selepas Dzuhur saya pun berjalan menuju Taman Tasik Perdana dengan berjalan kaki yang ditempuh selama 15 menit.
Benar saja mungkin karena datang siang hari pada hari kerja tamannya sangat sepi bahkan setelah 30 menit pertama selepas memasuki gerbang, taman tersebut benar-benar kosong melompong.
Duduk di pinggir danau sambil menikmati keheningan taman adalah hal sesuatu yang mustahil di Bandung ha ha.
Memasuki Taman
Tempat Duduk Di Siang Itu
Cityview
Perut mulai keroncongan saat mencari tempat makan, kebetulan di taman ini ada sebuah warung yang sebenarnya mirip kafe karena suasananya yang ciamik tetapi harganya warteg.
Siang itu saya membeli sebungkus nasi lemak tetapi layak dikatakan nasi kucing karena porsi serta lauknya yang sederhana karena sang nasi hanya berteman dengan ikan teri, sambal, serta telur rebus lengkap dengan kuah khas nasi lemak.
Tak apa yang penting murahhh karena cuman 1 ringgit 50 sen, ditambah air mineral botol yang sama harganya. Total makan siang hari itu hanya menghabiskan 3 ringgit saja atau setara 9 ribu rupiah, murah meriah.
Pemandangan Saat Makan Siang
Beres makan siang saya melanjutkan perjalanan ke Dataran Merdeka, sebuah tempat yang wajib dikunjungi bila melancong ke kota Kuala Lumpur.
Sebenarnya kawasan ini merupakan kawasan kota tua peninggalan dari Inggris. Jarak dari Taman Tasik Perdana sekitar 25 menit dengan berjalan kaki.
Untungnya berjalan kaki di kota ini sangat nyaman, bahkan fasilitas untuk penyandang disabilitas pun terbilang baik karena guiding block serta lift ada di tempat-tempat umum seperti stasiun, terminal, mal, serta penyebrangan jalan.
Hal yang terpenting adalah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam memfasilitasi penyandang disabilitas kita memang selangkah tertinggal.
Fotoin Orang Dulu, Baru di Fotoin
Gedung Sultan Abdul Samad
Hal yang tak boleh dilewatkan pada jika mengunjungi kawasan ini adalah masuk ke Kuala Lumpur City Gallery, sebuah galeri yang menceritakan riwayat perkembangan Kuala Lumpur dari ditetapkan namanya, berlanjut hingga saat ini, hingga rencana selanjutnya.
Karena saya ingin melihat pertunjukan KL City Model maka membeli tiket seharga 5 ringgit yang nanti tiket ini dapat dijadikan potongan diskon sebesar 5 ringgit ketika akan membeli oleh-oleh di sana. KL City Model adalah sebuah pertunjukkan pada sebuah ruangan gelap yang di dalamnya terdapat miniatur kota Kuala Lumpur.
Lalu sebuah pertunjukkan video mapping di mulai sambil beriringan dengan sebuah video yang diputar di tengah ruangan menceritakan sejarah kota, perkembangannya, hingga visi ke depannya. Ciamik deh pokoknya!
Kuala Lumpur City Gallery
Pose Wajib Dulu
Tiket Masuk
Menarik Yah Iklannya Hihi
Miniatur KL
Setelah puas menikmati kawasan Dataran Merdeka maka hari itu saya kembali melanjutkan perjalanan ke Central Market. Jaraknya hanya 15 menit saja dengan berjalan kaki, oh iyah Central Market merupakan salah satu sentra oleh-oleh Kuala Lumpur di sana kamu bisa membeli makanan ringan, pernak-pernak khas KL, dan kaos-kaos.
Saya sengaja tidak membeli kaosnya karena harganya muahal, 90 ringgit untuk satu kaos? Tidak terima kasih karena dengan jumlah uang yang sama saya mendapatkan camilan ringan, coklat, serta teh tarik juga tak lupa refrigerator magnet yang hasilnya adalah satu buah keresek yang besar ha ha.
Central Market
Oleh-oleh sudah tersedia saatnya kembali terlebih dahulu ke hostel untuk menyimpan barang bawaan sebelum nanti malam melanjutkan perjalan ke Masjid Jamek sekalian Isya juga di sana.
Dari Central Market menuju ke hostel saya menggunakan LRT dari Stasiun Pasar Seni, jaraknya kurang lebih 15 menit dengan berjalan kaki. Sial, lupa saya berbarengan sama jam pulang kantor. Alhasil saya melewatkan kereta pertama karena tak ruang sama sekali untuk masuk, untuk kereta kedua saya paksakan saja.
Tiba di KL Sentral saya teringat di terminal bus menuju bandara terdapat sebuah wrapping tas, saya gunakan jasanya supaya enak nanti membawa ke dalam kabin pesawatnya. Harganya hanya 10 ringgit, lumayan juga sih tapi tak apalah.
Platform Station Pasar Seni
Setelah menyimpan barang-barang saya melanjutkan kembali jalan-jalan ke Masjid Jamek kembali menggunakan LRT dari Stasiun KL Sentral menuju Stasiun Masjid Jamek yang letaknya persis di depan stasiun.
Masjid Jamek adalah masjid tertua di Kuala Lumpur, letaknya persis di pertemuan antara Sungai Klang dan Sungai Gombak.
Persimpangan Sungai Klang dan Sungai Gombak
Masjid Jamek adalah destinasi untuk perjalanan kali ini, karena hari ketiga saya mendapatkan penerbangan pagi pukul 06.00.
Hari Ketiga
Hostel > KL Sentral > Bandara KLIA2
Karena mengejar penerbangan pagi saya pergi ke KL Sentral pada pukul 2.30 pagi, saya pikir suasananya akan sepi senyap ternyata ramai. Langsung saya menuju terminal KL Sentral yang terletak di bagian paling bawah, nampaknya loket tiket bus buka terpaksa saya menunggu.
Menurut para supir taksi akan di buka pada pukul 3 tetapi ternyata molor hingga 3.15, antrian pun mulai mengular untungnya saya ada di urutan kedua dari depan.
Sial, gara-gara baru buka mereka tak punya uang recehan sehingga saya disuruh untuk mengantri kembali karena uang saya saat itu 20 ringgit sedangkan ongkos hanya 12 ringgit. Jadi pelajaran nih buat perjalanan berikutnya untuk selalu sedia receh untuk transportasi umum.
Akhirnya bus pun melaju pada pukul 3.40 pagi, lalu tiba di Bandara KLIA2 sekitar pukul 4.30 pagi waktu setempat. Karena Bandara KLIA2 itu panjang serta luas jadi saya sarankan untuk membawa trolley.
Dan benar saja dari pintu masuk hingga duduk persis pada gate counter saya membutuhkan waktu kurang lebih 25 menit. Dan sempat bertanya pada bagian informasi karena banyak sekali gate.
Pesawat akhirnya lepas landas sekitar pukul 06.10 dari Kuala Lumpur, sebenarnya pada penerbangan kali ini saya hampir saja mabuk udara karena tak tahan dengan turbulensinya untung saja tidak Jackpot, Alhamdulillah he he.
Mungkin penyebabnya adalah duduk di kursi dekat lorong, karena pernah sebelumnya duduk di dekat jendela aman aman saja. Setelah dua jam perjalanan pesawat dengan mulus mendarat di Bandara Husein Sastranegara.
Touch Down Bandung
Terima kasih telah membaca sampai sejauh ini, semoga sedikit menambah motivasi untuk para calon pengelana antar negara hi hi.